Translate

Kamis, 23 Agustus 2012

TERHINDAR DARI KEMUNAFIKAN


TERHINDAR DARI KEMUNAFIKAN
Saya masih ingat, saat itu awal Agustus 2009, seperti biasa seorang ustadz dari sebuah pondok pesantren di kota saya mengantarkan majalah ke rumah. Beliau menceritakan berbagai macam kegiatan di pesantren yang bertambah banyak. Karena pesantren baru jalan beberapa tahun dan fasilitas sekolah yang apa adanya baru bisa dimanfaatkan terbatas hanya sampai kelas tiga, maka anak-anak kelas empat ke atas di sekolahkan di luar. Padahal sekolah di luar itu lumayan juga jauhnya, sekitar 2 km, sementara transportasi umum belum lancar.

“Kami terpaksa harus mengantar anak-anak ke sekolah, padahal motor kami cuma satu.  Kami ingin menambah satu motor lagi paling tidak, sayang dananya masih   kurang”, kata ustadz. Mendengar hal itu saya langsung menyahut, ”Seandainya saya punya kelebihan, saya ingin membantu”.  Diam-diam saya pun berdoa,” Ya Allah, sekiranya Engkau beri saya rezeki uang lebih dari dua juta rupiah, maka saya akan membantu pesantren sebesar dua juta rupiah.”
Sebagai seorang pegawai negeri yang merantau demi tugas di daerah kepulauan di kawasan Indonesia timur seperti saya, doa spontan di atas sungguh tak masuk akal. Mana mungkin mendapatkan tambahan penghasilan di luar gaji tanpa ada usaha sampingan. Satu-satunya jalan adalah menunggu tanggal gajian, tapi itupun biasanya juga pas-pasan dengan kebutuhan keluarga. Akan tetapi sungguh logika itu ternyata tak berlaku, apabila Allah ingin menunjukkan kuasaNya. Beberapa hari kemudian (bukan hari gajian) saya benar-benar mendapatkan rezeki uang lebih dari dua juta. Entahlah, tiba-tiba ada orang yang begitu baik memberi saya amplop yang saya sendiri bingung, apa jasa saya kepadanya.
Saya jelas masih teringat doa yang baru saja saya panjatkan beberapa hari sebelumnya, akan tetapi saya juga ingat kebutuhan keluarga. Kemarin istri saya di kampung halaman juga baru telepon minta kiriman uang untuk kebutuhan sekolah anak-anak.  Saya bingung mana yang harus saya dulukan?   Akhirnya saya sisihkan satu juta rupiah dan saya masukkan ke dalam amplop dengan niat akan saya infaqkan ke pesantren sepulang dari kantor nanti, sisanya yangg satu juta  lebih sedikit akan saya kirim untuk keluarga.
Saya masih ingat (karena saya biasa mencatat hal-hal tertentu yang mengandung hikmah bagi kehidupan), tanggal 14 Agustus 2009, sekitar jam 17.00, karena saya tidak mempunyai  sepeda motor, maka saya minta tolong agar diantar  sopir kantor ke pesantren yang jauhnya kurang lebih 14 km dari kantor saya.
Sewaktu pak sopir memundurkan mobilnya, tiba-tiba terdengar suara agak keras di bagian belakang, “brak!” Ternyata mobil menabrak becak yang sedang melintas di jalan depan kantor. Aneh, baik pak sopir ataupun saya sendiri tidak melihat sama sekali kalau ada becak di belakang mobil. Tidak pernah kejadian seperti itu sebelumnya. Tapi yang lebih aneh lagi, pengemudi becak sama sekali tidak marah, malah tertawa, padahal ia hampir jatuh dari becaknya.
Alhamdulillah, sampai di pesantren dengan selamat, tidak ada kejadian apapun. Saya juga tidak banyak bicara, langsung saja saya serahkan uang infaq di dalam amplop yang sudah saya siapkan, selanjutnya kami langsung berpamitan pulang.
Sampai di rumah sopir yang mengantar saya pun cepat-cepat mohon izin pulang karena ada keperluan lain, tapi saya berterima kasih juga kalau pak sopir tinggalkan mobil di rumah saya, karena saya harus ke warung. Saya baru ingat tadi siang belum makan dan sore itu di rumah persediaan makanan sudah habis. Mungkin besok saya harus minta maaf pimpinan, karena sudah meminjam mobil kantor untuk keperluan pribadi.
Ketika saya mau belok kanan di pertigaan jalan, tiba-tiba terdengar suara keras “brak!” Astaghfirullah…saya kaget bukan main, ternyata mobil yang saya kemudikan telah menyerempet becak lagi di bagian kiri depan. Sekali lagi, saya sama sekali tidak melihat apapun yang melintas di depan saya. Bagaimana mungkin saya bisa menyerempet becak yang berjalan di depan tanpa saya lihat sama sekali? Saya buru-buru turun dan meminta maaf kepada tukang becak yang hampir jatuh itu. Tak lupa saya berikan sedikit uang di saku saya kepada tukang becak itu untuk memperbaiki becaknya bila ada yang rusak. Masya Allah, kenapa tidak ada kemarahan sama sekali di wajahnya, dan tanpa sepatah katapun ia berlalu.
Sampai di rumah kembali, saya merenung, mengapa saya bisa mengalami kejadian serupa di sore hari yang sama. Ada rahasia apa di balik semua kejadian itu tadi. Saya baru ingat dan segera saya beristighfar dan bertobat. Mungkin itu peringatan Allah yang tidak ridlo kepada saya karena saya telah melupakan janji saya kepadaNya. Saya membaca ayat suci al Quran yang seakan isinya menegur saya dengan keras: Dan diantara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah: "Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh. Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran). Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai kepada waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan juga karena mereka selalu berdusta. Tidaklah mereka tahu bahwasanya Allah mengetahui rahasia dan bisikan mereka, dan bahwasanya Allah amat mengetahui segala yang ghaib. (QS.At-Taubah:75-78). Saya ingat juga cerita sahabat Nabi bernama Tsa’labah yang menjadi asbabun nuzul ayat di atas.
Segera keesokan harinya saya penuhi janji saya, saya berikan lagi kekurangannya, meminta maaf kepada ustadz dan menceritakan kejadian itu. Meskipun bagian yang saya berikan untuk keluargsaya tinggal sedikit dibanding yang saya berikan ke pesantren, namun saya rela, bahagia dan bersyukur kepada Allah yang telah mengingatkan saya dengan caraNya sehingga saya terhindar dari kemunafikan.
(Diceritakan oleh sahabat saya: Abu Ozy)    

1 komentar:

  1. Jarang sekali orang yang "bisa merasa" seperti yang ditulis dalam artikel ini,kebanyakan orang hanya "merasa bisa".

    BalasHapus

Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.