Imam masjid, Dirjen & KPTA Ambon di halaman masjid |
Di
sela-sela kesibukannya melakukan kunjungan kerja ke Pengadilan Agama Tual pada
hari Rabu, tanggal 26 Oktober 2011, serta Pengadilan Tinggi Agama dan
Pengadilan Agama Ambon pada hari Kamis tanggal 27 Oktober 2011, Kamis siang
itu, Dirjen Badilag (Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama), Drs.H. Wahyu
Widiana, MA menyempatkan diri untuk mengunjungi Masjid Tua Wapauwe yang
terletak di Negeri (Desa) Kaitetu, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah. Sekedar informasi, sebelumnya, pada bulan Agustus
2011 (bulan suci Ramadhan 1432H) “sang kakak”, yaitu Dirjen Badilum (Badan
Peradilan Umum) telah mengunjungi masjid tersebut.
Perjalanan
dari kota Ambon menuju ke masjid
tersebut tidak memakan waktu lama karena jarak tempuhnya hanya sekitar 42 km.
Namun perjalanan mengantar orang nomor satu di Badan Peradilan Agama ini melintasi
Negeri Passo dan yang berkelok-kelok di daerah perbukitan yang dihiasi hijaunya
kebun cengkeh serta menyusuri bibir pantai nan indah Negeri Hitu memberi kesan
yang tak mudah dilupakan.
Dirjen bersama rombongan khitmad mendengar penjelasan Imam Masjid Wapauwe |
Sembari
menunggu masuknya waktu shalat Ashar, pak Dirjen dengan didampingi pimpinan PTA
Ambon beserta rombongan, Nampak khidmat mendengarkan penjelasan Imam Masjid Tua
Wapauwe. Menurut penuturan imam masjid yang bernama Jafar Lain ini, pada
awalnya mesjid ini bernama Mesjid Wawane karena dibangun di lereng Gunung
Wawane pada tahun 1414 oleh Perdana Jamilu, seorang keturunan kesultanan Islam Jailolo dari
Moloku Kiee Raha (Maluku Utara) yang datang ke tanah Hitu sekitar tahun 1400 M
untuk menyebarkan ajaran Islam pada lima negeri di sekitar pegunungan Wawane
yakni Assen, Wawane, Atetu, Tehala dan Nukuhaly.
Namun
dalam perkembangannya kemudian kehadiran penjajah Belanda menjadikan masyarakat
muslim terganggu sehingga masjid ini dipindahkan ke Tehala pada tahun 1614 yang
jaraknya 6 km dari Wawane. Namun rupanya Belanda tidak tinggal diam, pada tahun
1664 dalam rangka memudahkan pengawasan, maka Belanda memerintahkan agar
masyarakat yang tinggal di gunung (termasuk kelima negeri tersebut) pindah ke
pesisir di Negeri Kaitetu. Konon (menurut cerita turun temurun yang dipercaya
masyarakat) masjid tersebut ikut pindah secara ajaib.
Pak Dirjen berfoto di depan "Tiang Alif" bersejarah, di serambi Masjid Tua |
Bentuk
bangunan masjid masih dipertahankan keasliannya, sekalipun sudah direnovasi
beberapa kali. Bukti peninggalan sejarah berupa tiang alif (tiang yang berada
pada kubah masjid), sebagian dinding, tongkat khutbah, dan mushaf al Quran
tulisan tangan karya Imam Muhammad Arikulapessy yang konon dibuat tahun1550,
masih tersimpan di dalam masjid tersebut. Sayang sekali peninggalan sejarah
yang amat bernilai tersebut nampaknya kurang mendapat perhatian dari pemerintah
daerah setempat dan kurang dikunjungi wisatawan. (WY)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.