Translate

Jumat, 04 November 2011

DIRJEN BADILAG KUNJUNGI MASJID TUA WAPAUWE


 
Imam masjid, Dirjen & KPTA Ambon di halaman masjid
Di sela-sela kesibukannya melakukan kunjungan kerja ke Pengadilan Agama Tual pada hari Rabu, tanggal 26 Oktober 2011, serta Pengadilan Tinggi Agama dan Pengadilan Agama Ambon pada hari Kamis tanggal 27 Oktober 2011, Kamis siang itu, Dirjen Badilag (Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama), Drs.H. Wahyu Widiana, MA menyempatkan diri untuk mengunjungi Masjid Tua  Wapauwe yang terletak di Negeri (Desa) Kaitetu, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah.  Sekedar informasi, sebelumnya, pada bulan Agustus 2011 (bulan suci Ramadhan 1432H) “sang kakak”, yaitu Dirjen Badilum (Badan Peradilan Umum) telah mengunjungi masjid tersebut.

Perjalanan dari kota Ambon menuju ke  masjid tersebut tidak memakan waktu lama karena jarak tempuhnya hanya sekitar 42 km. Namun perjalanan mengantar orang nomor satu di Badan Peradilan Agama ini melintasi Negeri Passo dan yang berkelok-kelok di daerah perbukitan yang dihiasi hijaunya kebun cengkeh serta menyusuri bibir pantai nan indah Negeri Hitu memberi kesan yang tak mudah dilupakan.

Dirjen bersama rombongan khitmad mendengar penjelasan Imam Masjid Wapauwe
Sembari menunggu masuknya waktu shalat Ashar, pak Dirjen dengan didampingi pimpinan PTA Ambon beserta rombongan, Nampak khidmat mendengarkan penjelasan Imam Masjid Tua Wapauwe. Menurut penuturan imam masjid yang bernama Jafar Lain ini, pada awalnya mesjid ini bernama Mesjid Wawane karena dibangun di lereng Gunung Wawane pada tahun 1414 oleh Perdana Jamilu, seorang keturunan kesultanan Islam Jailolo dari Moloku Kiee Raha (Maluku Utara) yang datang ke tanah Hitu sekitar tahun 1400 M untuk menyebarkan ajaran Islam pada lima negeri di sekitar pegunungan Wawane yakni Assen, Wawane, Atetu, Tehala dan Nukuhaly. 

Namun dalam perkembangannya kemudian kehadiran penjajah Belanda menjadikan masyarakat muslim terganggu sehingga masjid ini dipindahkan ke Tehala pada tahun 1614 yang jaraknya 6 km dari Wawane. Namun rupanya Belanda tidak tinggal diam, pada tahun 1664 dalam rangka memudahkan pengawasan, maka Belanda memerintahkan agar masyarakat yang tinggal di gunung (termasuk kelima negeri tersebut) pindah ke pesisir di Negeri Kaitetu. Konon (menurut cerita turun temurun yang dipercaya masyarakat) masjid tersebut ikut pindah secara ajaib.

Pak Dirjen berfoto di depan "Tiang  Alif" bersejarah, di serambi Masjid Tua
Bentuk bangunan masjid masih dipertahankan keasliannya, sekalipun sudah direnovasi beberapa kali. Bukti peninggalan sejarah berupa tiang alif (tiang yang berada pada kubah masjid), sebagian dinding, tongkat khutbah, dan mushaf al Quran tulisan tangan karya Imam Muhammad Arikulapessy yang konon dibuat tahun1550, masih tersimpan di dalam masjid tersebut. Sayang sekali peninggalan sejarah yang amat bernilai tersebut nampaknya kurang mendapat perhatian dari pemerintah daerah setempat dan kurang dikunjungi wisatawan. (WY)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.