Ini kisah nyata sebuah perjalanan membawa misi penting untuk mendapatkan rekomendasi Bupati Kabupaten Seram Bagian Timur yang akan dipergunakan sebagai dasar usul pembentukan pengadilan agama di kabupaten tersebut. Kisah ini terjadi pada bulan Pebruari tahun 2010 dan sudah pernah dipublikasikan melalui situs resmi Badilag.net pada tanggal 16 Februari 2010 . Menariknya,
kisah itu ternyata mendapatkan respon berupa komentar yang begitu banyak dari para pembaca di seluruh Indonesia. Di luar dugaan pula, menurut hasil "audit" admin Badilag.net yang rilis beritanya di situs yang sama pada bulan Januari 2011, kisah tersebut menjadi berita
terpopuler kedua selama tahun 2010 dan diklik sebanyak 2992 kali. Kisah itu sengaja saya muat kembali di blog ini, dengan harapan semoga kisah suka duka tugas di daerah "terpencil" ini dapat menjadi inspirasi dan motivasi bagi pembaca sekalian.
EKSPEDISI MELINTASI MAUT
“Catatan Perjalanan ke Bula, Kabupaten. Seram Bagian Timur”
Pengadilan Agama Masohi yang berada di Kabupaten
Maluku Tengah mempunyai wilayah
hokum yang luasnya meliputi tiga kabupaten, yaitu
Kabupaten Maluku Tengah, Kabupaten Seram Bagian Timur dan Kabupaten Seram
Bagian Barat. Idealnya, setiap
kabupaten atau kota harus ada satu peradilan agama sebagaimana amanat
undang-undang (Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006, pasal 4 ayat
(1)). Namun kenyataannya, setelah beberapa tahun kabupaten pemekaran terbentuk
dan lembaga eksekutif telah berjalan normal, tidak serta merta diikuti dengan
berdirinya lembaga yudikatif.
Tiadanya lembaga yudikatif di daerah baru paling
kurang berdampak pada dua hal, yaitu tidak mampunya pengadilan yang ada melayani
kebutuhan hukum masyarakat, dan sebaliknya juga masyarakat yang berada di kabupaten
pemekaran tersebut tidak mampu mengadukan masalahnya ke pengadilan agama karena
sulitnya transportasi serta besarnya biaya yang harus mereka keluarkan untuk
sampai ke pengadilan agama. Sebagai gambaran, biaya perjalanan jurusita ke
daerah Bula yang bisa ditempuh dengan perjalanan darat mencapai Rp. 1.135.000,00
belum lagi daerah yang sulit transportasi seperti Seram Bagian Timur dan Pulau Gorom
yang berkisar 2-4 juta rupiah sekali jalan. Sayangnya sejak terjadinya
pemekaran Kabupaten Seram Bagian Timur dan Kabupaten Seram Bagian Barat pada
tahun 2003 sampai saat ini belum terbentuk Pengadilan Agama maupun Pengadilan Negeri
di dua kabupaten tersebut, padahal tim survey kelayakan dari Mahkamah Agung
sudah pernah sampai ke lokasi pada tahun 2006.
Alhamdulillah, dengan adanya Surat
Keputusan Ketua Pengadilan Tinggi Agama Ambon No. W24-A/54/OT.00/XII/2009
tanggal 25 Desember 2009 tentang Tim Penggalang Pembentukan Pengadilan Agama di
Kabupaten/Kota yang belum ada Pengadilan Agama di Provinsi Maluku, terbukalah
kembali harapan terwujudnya Pengadilan Agama di dua kabupaten pemekaran tadi.
Dan konsekuensi logis sebagai anggota Tim, maka saya harus berusaha keras
membantu, berkoordinasi dan memfasilitasi kebutuhan Tim yang akan menuju ke
Bula (ibu kota Seram Bagian Timur) maupun Piru (ibu kota Seram Bagian Barat).
Ketika Ketua Pengadilan Tinggi Agama Ambon memerintahkan agar saya mengantarkan
ketua Tim (Drs. A.R. Pellu, SH.MH) menuju ke Bula, saya langsung menyambut
seperti seorang prajurit yang diperintah komandannya untuk maju ke medan
perang, “Siap laksanakan!”
Hari kamis siang, jam 11.00 WIT Ketua Tim
bersama seorang anggota yaitu Drs. Samaun Madaul (Panitera muda Pengadilan Agama
Ambon) datang ke Masohi dengan menggunakan kapal cepat dari Ambon. Begitu sampai
di kantor mereka minta supaya saya mengantar mereka berdua ke Bula siang itu
juga, karena tanggal 12 Februari 2010 sudah harus bertemu Bupati Seram Bagian
Timur.
Perjalanan ke Bula tidak mudah, karena selain
harus melewati jalan berkelok-kelok naik turun pegunungan, juga jauhnya
perjalanannya yang harus kami tempuh sekitar 332 Km, Jika tak ada halangan dan
perjalanan berlangsung normal, biasanya dengan kendaraan umum akan memakan
waktu selama 8 jam. Oleh karena itu saya memutuskan rencana untuk bermalam di Desa
Kobisonta, Kecamatan Seram Bagian Utara ketika perjalanan mencapai 60%, dan
sisa perjalanan akan dilanjutkan keesokan harinya setelah subuh.
Kami berangkat dari kantor pukul 13.30 WIT
dengan menggunakan mobil dinas. Kurang lebih satu jam perjalanan sampailah kami
di daerah pegunungan. Mobil mulai naik turun menyusuri jalan berkelok-kelok
membentuk huruf S yang bersambung terus menerus tak habis-habis. Tikungan dan
belokan pendek-pendek membuat kami pusing dan mual. Saya ingat kata dokter,
bahwa obat mabuk perjalanan yang paling efektif adalah tidur. Namun waktu itu
kami sulit tidur dan mata kami tidak mau terpejam. Barangkali satu-satunya
halangan yang mencegah kami tidur adalah suguhan keindahan panorama alam Taman
Nasional Manusela di pulau Seram. Subhanallah, luar biasa maha karya Sang
Pencipta.
Sekitar jam 16.30 kami tiba di Desa Wahai,
ibukota Kecamatan Seram Bagian Utara. Kami pun istirahat sejenak untuk sekedar
melepas kepenatan sembari minum kopi. Ada anggota tim mengusulkan kepada saya
agar tidak bermalam di Desa Kobisonta (± 20 Km setelah Desa Wahai) tetapi langsung
ke Bula agar bisa sekalian istirahat di penginapan di Bula, toh perjalanan
masih kira-kira 4 jam lagi. Saya lalu bertanya kepada sopir saya, Abdullah,
tentang kesanggupannya. Abdullah pun menyanggupinya dan memperkirakan jam 22.00
WIT akan sampai di Bula. Karena itu keputusan rencana awal akan bermalam di Desa
Kobisonta saya batalkan dan memilih mengikuti pendapat dua orang yang saya
percaya lebih mengenal Bula dari pada saya sendiri yang baru pertama kali mau
kesana.
Kami sampai di Desa Kobi Sonta sudah maghrib. Kobi Sonta adalah
salah satu daerah transmigrasi yang subur dan merupakan lumbung pangan
Kabupaten Maluku Tengah. Menjelang masuk dan keluar Kobisonta kami terpesona
luasnya areal persawahan dan kebun kelapa sawit. Namun keindahan itu
perlahan-lahan sirna ditutupi gelapnya malam tanpa lampu perumahan, apalagi
lampu penerang jalan. Hanya jalan di depan mobil yang tersorot lampu saja yang
kami lihat.
Mobil melaju kencang melewati jalan yang sepi. Jarang sekali kami
berpapasan dengan kendaraan lain. Pada jalan lurus, sopir menambah kecepatan
dan tak menduga sama sekali bahwa jalan lurus tadi tenyata tersambung dengan
sebuah tikungan tajam seperti huruf
U. Sopir kehilangan
kendali dan musibah pun terjadi. Mobil meluncur keluar jalur dan kami berteriak
“Allahu akbar...Allahu akbar!”. Mobil baru berhenti ketika roda kiri depan
terperosok kedalam lubang dan kemudian terguling ke kiri dan jatuh kedalam
sebuah sungai dangkal (setinggi ± 1m dan air ± 10 cm) dengan posisi terbalik.
Namun Allah menunjukkan kuasaNya. Kami berempat (termasuk sopir) selamat tanpa
cidera ataupun terluka. Alhamdulillah Allahu akbar.
Mobil dinas PA Masohi "nyungsep" ke sungai kecil |
proses mengangkat |
Kami keluar dari mobil disambut gelapnya malam di daerah sepi dan
tak ada sinyal untuk alat komunikasi (hp). Alhamdulillah, tak lama kemudian
melintas sebuah mobil truk yang mau berhenti menyorotkan lampunya sehingga kami
bisa mengambil barang-barang yang tertinggal di dalam mobil. Kurang lebih 30
menit kemudian melintas mobil penumpang yang akan menuju ke Bula. Mereka pun
berhenti untuk melihat kondisi kami. Ketua tim memutuskan untuk tinggal
menemani saya dan sopir untuk mencari bantuan mengangkat mobil yang terbalik
esok hari, dan mengutus Drs. Samaun Madaul melanjutkan perjalanan ke Bula untuk
bertemu Bupati Seram Bagian Timur (SBT) guna meminta beliau memperbaharui rekomendasi
lokasi hibah lahan untuk dibangun gedung Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri
berdampingan di satu lokasi.
Kondisi mobil dinas PA Masohi setelah dikatrol |
Ketika anggota tim hendak berangkat, kami hanya bisa menitipkan
pesan,”Teruskan perjuangan ini kawan, kaulah andalan kami untuk keberhasilan
misi ini, demi terbentuknya Pengadilan Agama Bula di Kabupaten Seram Bagian
Timur (SBT). Semoga Allah menolongmu, memudahkan dan melancarkan urusanmu,
serta membuka hati para pejabat di pusat akan perjuangan dan pengorbanan ini.
Selamat berjuang kawan, semoga pulang selamat membawa keberhasilan!”
Terlintas sebait doa suci:
“Wahai Tuhan kami tidaklah Engkau ciptakan semua
(kejadian) ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, selamatkanlah kami dari api
neraka”. (QS:3:191)
kalaulah perjalanannya lancar2 saja adakah cerita ini menjadi sedemikian fenomenal, ya peristiwa di atas menjadi wasilah untuk hadirnya perjalanan itu ke hadapan kami sehingga lebih menggugah para pemegang kebijakan untuk menghargai pejuangan tim, mudah-mudahan akan menjadi bagian dari sejarah kehidupan anda dan teman-teman, janji Allah SWT "setelah kesulitan akan hadir kemudahan-kemudahan", salam hangat selalu dari kami untuk anda semua,-
BalasHapus