Tajam dan Fokus
Oleh: Muhaimin Iqbal*
Awal bulan ini saya mengawali tulisan dengan tema Fokus dan Prioritas, untuk melengkapinya
maka tulisan berikutnya saya masih gunakan tema sambungan yang saya
beri judul Tajam dan Fokus. Bila digabungkan kedua tulisan ini, maka
Anda akan mendapatkan tiga prinsip keunggulan dalam bidang apapun, baik itu
pekerjaan, usaha, ‘amal dlsb. Tiga prinsip ini adalah Fokus, Prioritas dan Ketajaman.
Ketika
orang masih hidup dengan kayu bakar, ada seorang saudagar yang memiliki banyak
pencari kayu. Suatu hari dia menerima tukang pencari kayu baru yang badannya
tegap berisi dan otot-ototnya menunjukkan keperkasaannya, suatu potensi yang
sempurna untuk seorang tukang pencari kayu. Hari pertama bekerja, dia diberi
kapak baru yang masih mengkilat untuk memotong-motong kayu. Dia juga diberi
gerobak yang ditarik keledai untuk membawa kayu hasil pencariannya.
Ketika
sore hari tiba, tukang pencari kayu baru ini datang dengan gerobak penuh terisi
potongan- potongan kayu bakar. Dengan gembira sang saudagar menyambutnya, “Kerja
yang bagus wahai pencari kayu, teruskan dan engkau akan aku naikkan pangkatmu
bila dapat menjaga hasil yang seperti ini”.
Esok
harinya dia kembali bekerja dengan membawa kapak dan gerobaknya, namun ketika
sore hari pulang, sang saudagar tidak memberinya pujian karena dia hanya
datang dengan membawa gerobak yang hanya terisi tiga perempat. Sang saudagar
maklum, mungkin tenaga baru ini masih belajar, jadi diberinya waktu.
Esok
hari berikutnya dia bekerja lagi dan berangkat membawa kapak dan gerobak
keledainya. Ketika sore hari tiba, sang saudagar tidak tahan untuk tidak
memanggilnya karena dia melihat gerobaknya hanya terisi separuh. Dia bertanya,
“Mengapa hasil kerjamu seperti ini ?, apa engkau sakit, malasa, atau
tidak menyukai pekerjaanmu ?”.
Tukang
pencari kayu tersebut menjawab, “Tidak tuan, saya bekerja sama kerasnya dengan
hari pertama saya bekerja, saya senang dan semangat sekali dengan pekerjaan ini
dan saya juga sedikit istirahat”. Kemudian dia melanjutkan, “Tetapi kapakku
yang semakin hari semakin tumpul, sehingga diperlukan lebih banyak ayunan untuk
setiap potong kayu-nya, itulah yang menghabiskan waktuku sehingga kayu bakar
yang saya bawa pulang semakin sedikit”.
Sang
saudagar yang berpengalaman ini balik bertanya, “Apakah kamu tidak tahu
bagaimana mengasah kapakmu, untuk menjaganya tetap tajam setiap hari berangkat
bekerja ?”. Dengan pertanyaan sang majikan ini si tukang pencari kayu langsung
tahu, bahwa dia harus mengasah kapak setiap pagi agar dia bisa optimal memotong
kayu.
Mengasah
kapak ini kemudian menjadi kebiasaan si tukang kayu, dan karena kinerjanya yang
selalu baik – sang saudagar memenuhi janji untuk menaikkan pangkatnya. Setelah
melalui pelatihan yang cukup, dia naik pangkat dari pencari kayu bakar menjadi
tukang kayu untuk membuat rumah.
Di
karirnya yang baru-pun tukang kayu ini rajin ‘mengasah kapak’nya sehingga hasil
kerja dia semakin hari semakin bagus. Sang saudagar senang dengan pekerjaan ini
dan selalu memberinya upah yang semakin baik. Tetapi usia ada batasnya, si
tukang kayu semakin tua dan mulai lelah bekerja.
Dia
pamit untuk berhenti bekerja ke majikannya, dan majikannya-pun menyetujui.
Hanya saja sang majikan memberi syarat bahwa dia boleh berhenti bekerja setelah
menyelesaikan satu rumah lagi – rumah terakhir pesanannya. Si tukang kayu
setuju untuk menyelesaikan satu rumah lagi sebelum benar-benar berhenti
bekerja.
Tetapi
karena dia sudah lelah, sudah ingin cepat berhenti bekerja – dia menjadi
kehilangan fokusnya. Dia selesaikan ala kadarnya rumah pesanan terakhir sang
majikan, maka ketika rumah tersebut selesai dan diserahkan ke majikan –
tampilannya sangat buruk tidak seperti karya-karya dia sebelumnya.
Ketika
kunci rumah diserahkan ke majikan, sang majikan mengembalikan kunci tersebut
kepadanya sambil berkata, “Wahai tukang kayu, kunci dan rumah ini adalah
untukmu – sebagai hadiahku kepadamu”. Si
tukang kayu kaget bukan kepalang, dengan penuh sesal dalam hati dia berkata, “Seandainya saya tahu rumah terakhir itu untukku, pasti aku akan buat yang
terbaik yang aku bisa buat”.
Begitulah
kita semua, kita sering tidak tampil maksimal dalam kerja, dalam usaha dan
dalam beribadat karena kita tidak rajin ‘mengasah kapak’.
Kebanyakan kita jarang mau belajar, jarang menghadiri majlis-majelis
ilmu dan enggan berguru pada orang lain yang memiliki kelebihan.
Kita
juga sering kehilangan fokus, dalam bekerja kita mengira bahwa pekerjaan ini
hanya untuk kepentingan majikan kita sehingga kita bekerja hanya sekedar
memenuhi kewajiban. Padahal sesungguhnya pekerjaan apapun yang kita lakukan
baliknya pasti untuk kita sendiri.
Begitupun
Allah yang telah memberi kita dunia ini untuk ladang beramal terbaik, sehingga
siapapun ketika waktunya tiba ‘berhenti bekerja’ (berhenti beramal alias mati),
ingin dihidupkan kembali agar dapat beramal yang lebih baik lagi. Bahkan
orang-orang yang syahid di jalan Allah sekalipun, mereka ingin dihidupkan
kembali kemudian syahid lagi, dihidupkan lagi dan kemudian syahid lagi dst.
Karena
semua kebaikan akan balik pada diri kita – hal jazaa ul ihsaani illal
ihsaan – maka mengapa kita tidak ‘rajin mengasah kapak’ sehingga mampu
berbuat lebih dari yang menjadi kewajiban dan tidak kehilangan fokus sampai
akhir hayat ?. Semoga Allah memudahkannya. Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.