Translate

Kamis, 15 Desember 2011

Fokus dan Prioritas


Fokus dan Prioritas 
(Seperti Membuka Makanan Kaleng)
Oleh Muhaimin Iqbal*   

Ketika sebuah kapal penumpang terbakar di laut lepas, sejumlah penumpang yang bisa berenang melompat dan berhasil selamat mencapai pulau karang terdekat .  Di antara yang selamat tersebut ada dua orang politikus, dua orang ekonom, dua orang ilmuwan dan sisanya orang kebanyakan yang tanpa keahlian khusus.  Dua orang politikus yang selamat adalah satu di eksekutif pemerintahan, satu di  parlemen. Dua ekonomnya adalah satu ekonom kapitalis dan satu lagi ekonom sosialis. Adapaun dua ilmuwannya adalah ahli kimia dan ahli fisika.

Karena jauhnya pulau karang tersebut dari pulau yang berpenghuni, bantuan lewat laut baru akan bisa tiba dalam satu dua minggu. Untuk sementara bantuan hanya bisa diterjunkan lewat udara dan tidak ada sarana komunikasi antara orang-orang yang terdampar di pulau  tersebut dengan team bantuan yang di pesawat.
 Sambil menunggu kapal penyelamat yang akan datang satu dua minggu kedepan, bantuan yang diterjunkan dari pesawat adalah makanan agar mereka yang terdampar dapat survive selama menunggu bantuan berikutnya. Sayangnya makanan yang diterjunkan dari pesawat tersebut semuanya berupa makanan kaleng dan pihak pemberi bantuan lupa untuk menyertakan alat pembuka kalengnya.
 Dalam menyikapi bantuan makanan dalam kaleng, ternyata latar belakang para survivor di pulau karang tersebut berperan sangat dominan. Sang eksekutif pemerintahan sibuk meyakinkan survivor lainnya agar memilih dia sebagai pemimpin dulu, setelah itu dia berjanji akan membukakan kalenng-kaleng makanan yang ada. Sang anggota parlemen sibuk membuat aturan bagaimana kaleng makanan boleh dibagi dan aturan bagaimana membukanya.
 Sang ahli fisika berusaha menangkap sinar matahari, memfokuskannya pada tutup kaleng agar tutup kaleng meleleh dan berharap kemudian bisa terbuka. Sang ahli kimia sibuk mengambil air dari laut untuk membasahi tutup kaleng karena menurut teori dia dengan itu tutup kaleng akan berkarat dan setelah itu akan mudah dibuka.
 Sang ekonom sosialis sibuk mengusulkan pembagian kaleng-kaleng makanan yang sudah diturunkan di pulau karang karang tersebut agar dibagi sama rata sama rasa.  Lantas yang terakhir adalah si ekonom kapitalis, dia berhasil memukau seluruh survivor untuk sejenak meninggalkan aktifitas masing-masing dan mendengarkan usulannya.  Begini usulannya, “Bapak-bapak dan ibu-ibu para survivor, faktanya kita punya potensi makanan yang cukup. Kita tidak perlu panik, kita asumsikan saja kita bisa membukanya…”.
 Beberapa hari berlalu, semua survivor semakin tidak bisa nahan rasa lapar. Para poltikus, ekonom dan ilmuwannya ternyata tidak ada yang berhasil membuat kaleng makanan terbuka.  Para politikus tidak bisa membuka kaleng dengan otoritasnya, para ilmuwan tidak bisa membuka kaleng dengan ilmu dan eksperimennya,  dan para ekonompun tidak  bisa membuka kaleng dengan kompetensi yang dibangunnya.
 Tiba-tiba satu survivor dari rakyat kebanyakan yang tidak memiliki kehalian khusus, didorong rasa laparnya yang tidak tertahankan lagi mengambil makanan kaleng yang menjadi jatahnya. Dicarinya batu sebesar kepalan tangan kemudian dipukulinya keras-keras kaleng makanan tersebut dan akhirnya terbuka.     
 Yang lain lagi yang juga tidak memiliki keahlian khusus, tidak pula menemukan batu sekepalan tangan – tetapi dia melihat daratan yang dinjaknya adalah batu karang yang keras.  Maka tidak berpikir panjang dia lantas membanting makanan kaleng jatahnya ke batu karang, sekali cuma penyok tetapi tetap tidak membuka, dua kali belum juga membuka baru yang ketiga kali dibanting sekuat tenaga baru kaleng terbuka. Walhasil akhirnya semua bisa membuka kaleng dengan caranya sendiri-sendiri dan  kemudian bisa makan cukup sampai kapal penyelamat datang.
 Mengapa para politikus, ilmuwan dan ekonom tersebut diatas tidak bisa (memberi jalan untuk)  membuka kaleng?. Itu karena mereka terperangkap oleh posisinya, jabatannya, ilmu maupun kompetensinya . Mereka menjadi kehilangan prioritas dan tidak fokus mengatasi masalah yang ada di depan mata..
 Sebaliknya mengapa justru rakyat kebanyakan yang tanpa ilmu yang khusus, tanpa keahlian maupun  jabatan justru pada bisa mengatasi masalahnya ? Ini karena rasa lapar yang tidak tertahankan lagi yang membuat mereka sangat fokus untuk membuka kaleng makanan  dengan cara apapun, tidak ada prioritas lain, tidak ada agenda lain selain membuka kaleng ini – maka terbukalah kaleng makanan meskipun tanpa alat pembuka yang selayaknya.
 Demikianlah rata-rata kita, menyikapi masalah dengan kacamata kita sendiri, berusaha mengatasinya berdasarkan kapasitas kita, ilmu kita atau kompetensi kita. Padahal masalah-masalah kehidupan itu kadang tidak terduga, sering begitu komplek, atau bahkan sebenarnya simpel tetapi hanya berada diluar perimeter wawasan kita, maka yang diperlukan adalah fokus pada masalahnya dan menaruh prioritas pada upaya penyelesaiannya, maka masalah apapun akan terselesaikan.  InsyaAllah.

*Penulis Direktur Gerai Dinar, kolumnis
 Sumber: www.hidayatullah.com 
(dengan editting seperlunya, dan penulisan tebal untuk stessing dari pemilik bolg)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.