Setelah
membahas keutamaan dan keistimewaan yang ada pada amal ibadah tertentu (lihat
artikel “Mencari Keutamaan”) dan waktu
dan tempat tertentu yang memiliki keutamaan (artikel “Tempat dan Waktu
Istimewa”), maka dalam tulisan ini penulis ingin menyampaikan, bahwa di antara
kita ada juga orang-orang tertentu yang diberi keutamaan dan keistimewaan
tertentu.
Menurut
ajaran Islam, ada orang-orang tertentu yang mendapat derajat keutamaan dan keistimewaan tertentu dari Allah SWT. yang apabila kita
bersama dengan mereka, menjadi seperti mereka, termasuk golongan mereka atau
mencintai mereka, niscaya kita pun akan mendapat keutamaan dan keistimewaan di
hadapan Allah SWT. Mereka itu ialah:
1. Para
Nabi dan Rasul
Golongan pertama ini sudah pasti istimewa, karena
merekalah yang menjadi perantara turunnya firman Allah sekaligus menjadi contoh
riil bagaimana mengamalkan petunjuk Allah dalam kehidupan sehari-hari. Keimanan
seseorang kepada Allah, sang Pencipta alam semesta ini tidak akan benar jika tidak
beriman kepada mereka para Nabi dan
Rasul pembawa risalah ilahiyah. Ketaatan
kepada Rasul menjadi bagian dari
ketaatan kepada Allah (QS.4:80), dan durhaka/menentang/memusuhi mereka berarti
menentang dan memusuhi Allah, sehingga diancam dengan api neraka (QS.4:14;
2:98; 8:27). Kita dilarang beriman kepada sebagian Rasul dan mengingkari sebagian yang lain
(QS.4:150-151). Mencintai Allah pun harus dengan cara mengikuti, meneladani dan
mencintai Rasulullah.(QS.3:31). Ketaatan
kepada Rasulullah tidak dibatasi oleh
waktu semasa beliau masih hidup, tetapi selamanya, yang diwujudkan dengan
mengamalkan sunnah/ajarannya. Hal inilah yang akan menjadikan kita memperoleh
keutamaan karena digolongkan kedalam golongan para Nabi (QS.4:69).
2. Para
Auliya’ (wali-wali Allah)
Wali (bahasa Arab,
jamaknya auliya’) artinya yang menolong, melindungi, mengurus,
mencintai, atau teman dekat. Orang
muslim beriman, bahwa Allah Ta’ala mempunyai wali-wali dari hamba-hamba yang
dipilihNya, menjadikan mereka taat kepadaNya, memuliakan mereka dengan
cintaNya, dan memberikan karomah (kemuliaan)Nya kepada mereka. Allah adalah
wali bagi mereka, dan merekapun wali-wali Allah. Mereka melaksanakan semua
perintah Allah dengan penuh ketaatan dan meninggalkan semua laranganNya dengan
penuh keikhlasan. Mereka memerintah dengan perintahNya dan melarang dengan
laranganNya. Mereka mencintai dengan
cintaNya dan marah dengan murkaNya.
Semua orang yang
beriman dan bertakwa kepada Allah sebenarnya termasuk wali-wali Allah, hanya
saja tingkatan mereka berbeda-beda tergantung dari kadar iman dan takwanya. Allah berfirman, “Sesungguhnyawali-wali
Allah itu tidak ada kekhawatiran pada diri mereka dan tidak pula mereka
bersedih hati. Mereka itulah orang-orang yang beriman dan mereka selalu
bertakwa. Bagi mereka kabar gembira di kehidupan dunia dan akhirat. Tidak ada
perubahan pada kalimat-kalimat (janji-janji) Allah, yang demikian itulah
kemenangan yang besar”. (QS.10:62-64). Pada beberapa ayat lainnya Allah
menggambarkan kedudukan wali-waliNya itu, misalnya pada QS.2:257; 7:196; 12:24; 3:37; 19:24-26;
18:9-12.
Rasulullah SAW juga menceritakan kedudukan
wali-wali Allah itu dalam banyak riwayat hadits, antara lain:
عن أبي هريرة - رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُول الله صلى الله عليه وسلم : إنَّ الله تَعَالَى قَالَ : مَنْ عادى لي وَلِيّاً
فَقَدْ آذَنْتُهُ بالحَرْبِ ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدي بشَيءٍ أَحَبَّ إلَيَّ
مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيهِ ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقرَّبُ
إلَيَّ بالنَّوافِلِ حَتَّى أحِبَّهُ ، فَإذَا أَحبَبتُهُ كُنْتُ سَمعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ
بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ ، ويَدَهُ الَّتي يَبْطِشُ بِهَا ، وَرِجْلَهُ
الَّتِي يَمْشي بِهَا ، وَإنْ سَأَلَني أعْطَيْتُهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِي لأُعِيذَنَّهُ
. رواه البخاري
a.
Sabda Nabi
SAW,”Siapa yang memusuhi wali-Ku, Aku umumkan perang kepadanya. Dan tidaklah
seorang hamba mendekat kepada-Ku dengan suatu amal yang paling Aku sukai dari
apa yang Aku wajibkan kepadanya. Dan tidak henti-hentinya hambaKu mendekat
kepadaKu dengan amal-amal sunat hingga Aku mencintainya. Jika Aku mencintainya,
maka Aku akan jadi telinganya yang dengannya ia mendengar, jadi tangannya yang
dengannya ia berbuat, jadi kakinya yang dengannya ia berjalan. Dan bila ia
meminta pasti Aku beri, jika ia meminta perlindunngan, pasti Aku lindungi. (HR.
Bukhari)
b.
Sabda Nabi
SAW, “Seseorang wanita menyusui anaknya, kemudian ia melihat seorang lelaki
mengendarai kuda yang bagus, maka iapun berkata,’Ya Allah, jadikan anakku
seperti orang itu’. Kemudian anak yang disusuinya menoleh kepadanya dan
berkata,’Ya Allah, jangan jadikan aku seperti ia.” (HR. Muttafaqun alaih). Hal
itu karomah yang diberikan Allah kepada bayi itu sehingga bisa berbicara dan
mengingatkan orang tuanya.
c.
Sabda Nabi
SAW. tentang seorang ahli ibadah yang bernama Juraij yang karena tidak menyahut
panggilan ibunya, maka ia didoakan ibunya agar digoda pelacur. Allah
mengabulkan doa ibunya sebagai karomah-Nya kepada ibunya. Ketika pelacur itu
mengaku bahwa bayi haram yang dilahirkannya itu sebagai anak Juraij, maka
Juaraij bertanya kepada bayi itu siapa ayahnya, maka Allah memberi karomah
kepada Juraij sehingga bayi itu berkata, bahwa penggembala kambinglah ayahnya. (HR.
Bukhari).
d.
Ada pula
cerita Nabi SAW tentang seorang anak yang belajar ilmu sihir dan sekaligus juga
belajar kepada pendeta. Ketika suatu hari anak itu mendapati binatang yang
menghalangi jalan sehingga orang banyak tidak bisa melewatinya, ia menguji
ilmunya dan melempar binatang itu dengan menyebut nama Allah sebagaimana
diajarkan pendeta, maka binatang itu mati. Ketika raja tahhu bahwa ia telah
belajar ilmu kepada pendeta, bukan kepada ahli sihir, maka iapun disiksa dengan
berbagai siksaan namun ia tidak mati. Dan ia baru mati yang dengan sebab
kematiannya itu penduduk kerajaan menjadi beriman kepada Allah. (HR. Bukhari).
e.
Umar bin
Khatthab RA ketika sedang berkhutbah di atas mimbar tiba-tiba berkata,”Hai Sariyah,
ke gunung! Hai Sariyah, ke gunung!”
Ketika pasukannya kembali dari perang, maka komandan pasukan menghadap
Umar bin Khatthab dan di depan para sahabat yang lain ia menceritakan bahwa ia
mendengar suara Umar dan segera memberikan komando agar pasukannya bergerak ke
gunung, sehingga berhasil memenangkan peperangan itu.
f.
Khabbab RA
ketika ditawan musuh di Mekah, ia makan anggur yang diberi oleh seseorang,
padahal di Mekah saat itu tidak ada anggur. Dan masih banyak lagi riwayat hadits yang
menceritakan wali-wali Allah dan karomah mereka, yang sebagian besarnya
disebutkan dalam shahih Al Bukhari, kitab sunan yang shahih dan atsar-atsar
yang mutawatir (Abubakar Jabir Al Jazairi, Minhajul Muslim).
Wali-wali Allah senantiasa selalu ada sepanjang
zaman. Semua wali-wali Allah bisa dikenali dari amaliah mereka yang senantiasa
taat kepada Allah dan RasulNya, selalu
berjalan di atas syariatNya. Mereka ini orang-orang yang harus dihormati,
diteladani dan diikuti.
Selain mereka ada pula orang-orang yang diberi
kehebatan karena mereka memiliki kemampuan di atas manusia umumnya, seperti
bisa melayang, berjalan di atas air, bisa meramalkan peristiwa yang akan
terjadi, dan sebagainya, namun mereka tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, itulah yang disebut istijraj.
Kemampuannya itu tidak menyebabkan iman
kepada Allah, justru dipergunakannya untuk
menyesatkan orang-orang dari jalan Allah. Mereka itu wali-wali setan, yang
harus dijauhi.
3. Para
syuhada (orang-orang yang mati syahid)
Orang yang mati syahid itu ada dua
macam, yang pertama ialah mereka ini adalah orang yang mati terbunuh dalam perang
melawan orang-orang kafir.
Mereka ini mendapat kedudukan
istimewa di hadapan Allah SWT sesuai firmanNya:
وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ
بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَكِنْ لَا تَشْعُرُون
Artinya:
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap
orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu ) mati, bahkan
(sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya. (QS.2:154)
وَلَا
تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ
رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ (169) فَرِحِينَ بِمَا آَتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَيَسْتَبْشِرُونَ
بِالَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُوا بِهِمْ مِنْ خَلْفِهِمْ أَلَّا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا
هُمْ يَحْزَنُونَ (170) يَسْتَبْشِرُونَ بِنِعْمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَفَضْلٍ وَأَنَّ
اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُؤْمِنِينَ (171)
Artinya:
Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan
Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat
rezki. Mereka dalam keadaan gembira
disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang
hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul
mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka
bersedih hati. Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia yang yang besar
dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang
beriman. (QS. 3:169-171)
Yang kedua ialah mereka yang mati
karena sebab-sebab tertentu yang diserupakan dengan mati syahid sehingga mereka
mendapat pahala seperti orang yang mati syahid. Mereka ini antara lain orang-orang
yang sebagaimana disebut dalam Hadits yang diriwayatkan dari Jabir bin Atik
bahwa Nabi saw bersabda, ”Mati syahid itu ada tujuh macam -selain perang di
jalan Allah- yaitu syahid karena penyakit tho’un (pes, wabah penyakit), syahid
karena tenggelam, syahid karena lumpuh, syahid karena sakit perut, syahid karena
terbakar, orang yang mati karena tertimbun reruntuhan maka ia syahid, perempuan
yang mati karena melahirkan maka ia syahid.” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Nasai
dengan sanad shohih).
4. Para
ulama
Ulama’ bentukan
jamak dari ‘alim yang berarti orang yang berilmu. Tentu yang dimaksud dengan
ilmu disini adalah semua ilmu yang menjadikan orang bertakwa kepada Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ
مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُور
“Sesungguhnya
yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya
Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”
(QS.35:28)
Nabi SAW juga menunjukkan kedudukan para ulama itu
dengan sabdanya:
وعن
أَبي الدرداء - رضي الله عنه - ، قَالَ : سَمِعْتُ رسول الله - صلى الله عليه وسلم
- ، يقول :
(( مَنْ سَلَكَ طَرِيقاً يَبْتَغِي فِيهِ عِلْماً سَهَّلَ اللهُ
لَهُ طَريقاً إِلَى الجَنَّةِ، وَإنَّ المَلاَئِكَةَ لَتَضَعُ أجْنِحَتَهَا لِطَالِبِ
العِلْمِ رِضاً بِمَا يَصْنَعُ ، وَإنَّ العَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّماوَاتِ
وَمَنْ فِي الأرْضِ حَتَّى الحيتَانُ في المَاءِ ، وَفضْلُ العَالِمِ عَلَى العَابِدِ
كَفَضْلِ القَمَرِ عَلَى سَائِرِ الكَوَاكِبِ ، وَإنَّ العُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأنْبِيَاءِ
، وَإنَّ الأنْبِيَاءَ لَمْ يَوَرِّثُوا دِينَاراً وَلاَ دِرْهَماً وَإنَّمَا وَرَّثُوا
العِلْمَ ، فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بحَظٍّ وَافِرٍ )) . رواه أَبُو داود والترمذي
Dari
Abu Darda RA, ia berkata, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ”Barang siapa yang
mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan jalannya ke surga. Para Malaikat
senantiasa merendahkan sayapnya kepada para pencari limu karena senang dengan
apa yang diperbuatnya. Sesungguhnya siapa saja yang berada di langit dan di
bumi, hingga binatang di laut memohon ampun untuk orang yang ‘alim (berilmu). Kelebihan orang yang ‘alim
di atas ahli ibadah adalah seperti kelebihan rembulan di antara
bintang-bintang. Sesungguhnya ulama itu pewaris para Nabi, karena para Nabi
tidak mewariskan kekayaan, tapi mewariskan ilmu. Barang siapa yang bisa
memperolehnya, berarti ia telah mengambil bagian yang banyak”. (HR.Abu Dawud
dan Turmudzi).
اتبعوا
العلماء فإنهم سُرُج الدنيا ومصابيح الآخرة (الديلمى عن أنس)
“Ikutilah para ulama,
sesungguhnya mereka itu penerang dunia dan pelita akhirat”. (HR. Ad -Dailami
dari Anas, Maktabah Syamilah, Jami’ al-ahadits
Juz 1 hal.:236)
إن الله لا يقبض العلم انتزاعا ينتزعه من العباد ولكن يقبض العلم بقبض
العلماء حتى
إذا لم يبق عالما اتخذ الناس رءوسا جهالا فسئلوا فأفتوا بغير علم فضلوا وأضلوا (أحمد
، وابن أبى شيبة ، والبخارى ، ومسلم ، والترمذى ، وابن ماجه عن ابن عمر . الخطيب عن
عائشة)
“Sesaungguhnya Allah
tidak mengambil ilmu dengan serta merta mencabutnya dari hamba-hambaNya, tetapi
Dia mencabut ilmu dengan mewafatkan ulama. Sehingga ketika tidak ada lagi orang
alim, manusia dipimpin oleh para pemimpin yang bodoh, ketika mereka ditanya
tentang suatu masalah dan mereka berfatwa tanpa ilmu, maka mereka sesat dan
menyesatkan. (HR. Bukhari, Muslim, Turmudzi, Ibnu Majah dari Ibnu Umar,
Maktabah Syamilah, Jami’al-Ahadits Juz 8 hal.135)
5. Orang
mukmin yang mendoakan saudaranya
Setiap orang mukmin
itu bersaudara (satu akidah). Islam menganjurkan kita untuk memelihara hubungan
kekeluargaan dengan saudara kita, baik yang sedarah (nasab), semenda
(mushaharah/karena pernikahan), maupun yang seakidah, dengan berbagai
macam perbuatan baik, seperti saling berkunjung,
saling memberi hadiah, dan saling mendoakan baik terang-terangan maupun secara
diam-diam. Sangat dianjurkan untuk mendoakan kebaikan saudaranya yang lain
secara diam-diam, dengan demikian, ia menjadi orang yang istimewa yang dekat di
sisi Allah SWT dan doanya diaminkan para malaikat.
Rasulullah SAW bersabda:
دعاء المرء المسلم مستجاب لأخيه بظهر الغيب عند رأسه ملك موكل به كلما دعا لأخيه بخير قال الملك
آمين ولك مثل ذلك (أحمد ، ومسلم ، وابن ماجه عن أبى الدرداء . النسائى ، وأحمد ، والطبرانى
، وابن حبان عن أم الدرداء)
“Doa seorang muslim terhadap saudaranya tanpa
diketahui saudaranya (secara diam-diam) dikabulkan Allah. Di atas kepalanya ada
malaikat yang selalu menjaganya. Ketika ia mendoakan kebaikan bagi saudaranya,
malaikat berkata amin, semoga kamu mendapatkan kebaikan sebagaimana doamu.”
(HR.Ahmad, Muslim, Ibnu Majah dll.)
6. Orang
tua yang mendoakan anaknya
Setiap orang tua (secara umum
memiliki kecenderungan fithri) pasti menginginkan kebaikan bagi
anak-anaknya. Tidak ada orang tua yang rasa sayangnya masih ada, yang hatinya
tidak tersakiti, menginginkan keburukan menimpa anak-anaknya, hingga seorang
pembunuhpun tidak menginginkan anaknya kelak menjadi pembunuh seperti dia.
Apalagi orang tua yang shaleh, pasti menghinginkan anak-anaknya menjadi orang
yang beriman dan bertakwa. Ketika ia mendoakan anak-anaknya itulah ia menjadi
orang istimewa yang dicintai Allah SWT sehingga doanya dikabulkan. Rasul SAW bersabda:
عن أبي هريرة
: قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم ( ثلاث دعوات يستجاب لهن . لا شك فيهن
دعوة المظلوم ودعوة المسافر ودعوة
الوالد لولده ) . قال الشيخ الألباني : حسن
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda,” Ada tiga orang yang doanya
pasti dikabulkan Allah: orang yang dizhalimi, musafir, dan orang tua yang
mendoakan anaknya”. (Maktanah Syamilah, Sunan Ibn Majah, juz 2, Syekh Albani:
hadits hasan)
7. Musafir,
yaitu orang yang sedang dalam perjalanan. Tentu saja perjalanan yang menjadikan
orang itu dicintai Allah, menjadi dekat dengan Allah adalah perjalanan yang
menuju kebaikan. Hal itu tidak hanya perjalanan untuk kepentingan ibadah saja
seperti haji, tetapi semua urusan dunia pun (mencari ilmu, mencari nafkah,
silaturahmi, menjenguk orang sakit, dan lain sebagainya) yang asal hukumnya
mubah (boleh) akan bernilai ibadah, jika disertai dengan niat karena Allah.
Seorang musafir menjadi orang istimewa yang dekat dengan Allah SWT berdasar
hadits di atas, dan juga hadits di bawah ini:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا
مِنْ خَارِجٍ يَخْرُجُ يَعْنِي مِنْ بَيْتِهِ إِلَّا بِيَدِهِ
رَايَتَانِ رَايَةٌ بِيَدِ مَلَكٍ وَرَايَةٌ بِيَدِ شَيْطَانٍ فَإِنْ خَرَجَ لِمَا
يُحِبُّ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ اتَّبَعَهُ الْمَلَكُ بِرَايَتِهِ فَلَمْ يَزَلْ تَحْتَ
رَايَةِ الْمَلَكِ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَى بَيْتِهِ وَإِنْ خَرَجَ لِمَا يُسْخِطُ اللَّهَ
اتَّبَعَهُ الشَّيْطَانُ بِرَايَتِهِ فَلَمْ يَزَلْ تَحْتَ رَايَةِ الشَّيْطَانِ حَتَّى
يَرْجِعَ إِلَى بَيْتِهِ
Dari Abu Hurairah RA dari Nabi SAW, beliau
bersabda,”Tidak seorangpun keluar daari rumahnya, kecuali di pintunya ada dua
panji-panji, satu di tangan malaikat dan yang satu di tangan setan. Maka jika
ia keluar untuk urusan yang disukai Allah, maka ia diiringi malaikat dengan
panji-panjinya sampai dia kembali ke rumahnya. Demikian pula jika ia keluar
dari rumahnya untuk urusan yang dimurkai Allah, maka dia diiringi setan dengan
panji-panjinya hingga dia pulang ke rumahnya”.
(Maktabah Syamilah, Musnad Ahmad, juz 14 hal.41)
8. Orang
yang dizhalimi
Sesungguhnya Allah SWT Maha Pengasih, Penyayang dan Maha Adil
sangat mencintai orang-orang yang berbuat adil dan membenci orang-orang yang
berbuat zhalim. Maka ketika ada seseorang menganiaya orang lain, tindakannya
itu menyebabkan Allah membenci orang yang berbuat zhalim dan mencintai serta siap
menolong orang yang dizhalimi.
حديث ابْنُ عَبّاسٍ أَنَّ
النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم بَعَثَ مُعاذًا إِلى الْيَمَنِ فَقالَ: اتَّقِ دَعْوَةَ
المَظْلُومِ فَإِنَّها لَيْسَ بَيْنَها وَبَيْنَ اللهِ حِجابٌ أخرجه البخاري
Dari Ibnu Abbas RA, bahwa Nabi SAW ketika mengutus Muadz
ke Yaman, beliau berpesan, ”Hati-hatilah kamu akan doa orang yang teraniaya,
karena sungguh tidak ada halangan untuk dikabulkan Allah”. (HR.Bukhari)
9. Orang yang menjenguk saudaranya yang
sakit atau meninggal (takziyah)
Sesungguhnya
ajaran Islam telah mewajibkan kita untuk senantiasa menjaga hak orang lain
bukan saja pada kehormatan dan hartanya, tapi juga sampai pada hal-hal yang
dapat melanggengkan persaudaraan, seperti menjenguk orang sakit dan bertakziyah
kepada orang Islam yang meninggal.
Rasulullah SAW bersabda:
حديث أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه، قَالَ: سَمِعْتُ
رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم، يَقُولُ: حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ
خَمْسٌ: رَدُّ السَّلاَمِ، وَعِيَادَةُ الْمَرِيضِ، وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ، وَإِجَابَةُ
الدَّعْوَةِ، وَتَشْمِيتُ الْعَاطِسِ
أخرجه البخاري في: 23 كتاب الجنائز: 2 باب الأمر
باتباع الجنائز
“Hadits dari Abu Hurairah RA, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda,” Hak seorang muslim
atas muslim yang lainnya ada lima perkara: menjawab salam, menjenguk orang
sakit, mengantarkan jenazah, mendatangi undangan, dan mendoakan orang yang
bersin”. (HR. Bukhari).
Menjenguk
orang sakit itu merupakan amal utama yang dapat menjadikan orang yang
melakukannya mendapat keutamaan di sisi Allah SWT, sebagaimana hadits qudsiy berikut:
قَالَ رسولُ الله - صلى الله عليه وسلم - : (( إنَّ
اللهَ - عز وجل - يَقُولُ يَومَ القِيَامَةِ : يَا ابْنَ آدَمَ ، مَرِضْتُ فَلَمْ تَعُدنِي
! قَالَ : يَا رَبِّ ، كَيْفَ أعُودُكَ وَأنْتَ رَبُّ العَالَمِينَ ؟! قَالَ : أمَا
عَلِمْتَ أنَّ عَبْدِي فُلاَناً مَرِضَ فَلَمْ تَعُدْهُ ! أمَا عَلِمْتَ أنَّكَ لَوْ
عُدْتَهُ لَوَجَدْتَني عِنْدَهُ .… رواه مسلم .
Rasulullah
SAW bersabda, Allah SWT berfirman, “Wahai manusia, Aku sakit tapi kamu tidak
mengunjungi Aku!” Orang bertanya, “Ya
Tuhan, bagaimana aku mengunjungiMu padahal Engkau Tuhan semesta alam? Allah
menjawab,”Bukankah kamu telah mengetahui, bahwa seorang hambaKu, si Fulan sedang
sakit dan kamu tak menjenguknya? Bukankah kamu tahu, seandainya kamu
menjenguknya, pasti kamu akan mendapati Aku di sisinya? … (HR. Muslim).
Dalam hadits yang lain beliau SAW bersabda:
وعن عليّ - رضي الله عنه - ، قَالَ : سَمِعْتُ رسولَ
الله - صلى الله عليه وسلم - ، يَقُولُ : (( مَا مِنْ مُسْلِم يَعُودُ مُسْلِماً غُدْوة
إِلاَّ صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُونَ ألْفَ مَلَكٍ حَتَّى يُمْسِي ، وَإنْ عَادَهُ عَشِيَّةً
إِلاَّ صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُونَ ألْفَ مَلَكٍ حَتَّى يُصْبحَ ، وَكَانَ لَهُ خَرِيفٌ
في الْجَنَّةِ )) رواه الترمذي ، وقال : (( حديث حسن )) .
(( الخَريفُ )) : الثَّمرُ الْمَخْرُوفُ ، أيْ : الْمُجْتَنَى .
Dari Ali RA ia berkata, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda,
“Ketika seorang mukmin mengunjungi saudaranya di waktu pagi, 70.000 malaikat
mendoakannya hingga sore hari. Ketika ia mengunjungi saudaranya di waktu sore,
70.000 malaikat mendoakannya hingga pagi hari. Baginya pohon yang rimbun
buahnya di sorga. (HR. Turmudzi, hadits hasan)
عن أُم سَلَمة رضي اللهُ عنها ، قالت : قَالَ رسول الله - صلى الله عليه
وسلم - : (( إِذَا حَضَرتُمُ المَرِيضَ أَو المَيِّتَ ، فَقُولُوا خَيْراً ، فَإنَّ
المَلائِكَةَ يُؤَمِّنُونَ عَلَى مَا تَقُولُونَ )) ، قالت: فَلَمَّا مَاتَ أَبُو سلَمة،
أتَيْتُ النَّبيَّ - صلى الله عليه وسلم - ، فقلت : يَا رسولَ الله ، إنَّ أَبَا سَلَمَة
قَدْ مَاتَ، قَالَ : (( قُولِي: اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَلَهُ، وَأعْقِبْنِي مِنْهُ
عُقْبى حَسَنَةً )) فقلتُ ، فَأعْقَبنِي اللهُ مَنْ هُوَ خَيْرٌ لِي مِنْهُ : مُحَمَّداً
- صلى الله عليه وسلم - . رواه مسلم
Dari Ummu Salamah RA ia berkata, Rasulullah
SAW bersabda, “ketika kamu mengunjungi orang sakit atau jenazah, maka
katakanlah hal-hal yang baik, karena sungguh para malaikat mengaminkan apa yang
kamu katakan”. Ummu Salamah berkata, “ketika Abu Salamah meninggal, Nabi SAW
mendatangiku, maka aku berkata,’wahai Rasulullah, sungguh Abu Salamah telah
meninggal.’ Maka beliau bersabda, “Berdoalah, ‘ Ya Allah ampunilah aku dan dia,
dan berilah aku pengganti yang lebih baik darinya’. Maka setalah aku berdoa
Allah member aku ganti yang lebih baik dari Abu Salamah, yakni Muhammad SAW.
(HR. Muslim).
Dari hadits-hadits di atas kita dapati
pelajaran, bahwa sebenarnya untuk bertemu dengan orang-orang yang istimewa
tidaklah sulit, bahkan untuk menjadi salah seorang yang istimewapun telah
dimudahkan dengan syariat-Nya. Amal perbuatan yang nampaknya sangat remeh dan
mudah dilakukanpun terkadang bisa menaikkan derajat seseorang menjadi orang
istimewa, akan tetapi itu semua pasti perlu keikhlasan, karena tanpa keikhlasan
mustahil mendekatkan diri kepada Allah yang Maha Suci lagi Mulia. Janganlah
kita mengira, bahwa untuk menjaadi orang istimewa, berkedudukan dekat dengan
Allah SWT itu hanya diperoleh dengan ibadah tertentu yang amat berat dilakukan
oleh orang kebanyakan. Memang kita tidak
bisa memungkiri, bahwa ibadah yang istimewa (kualitas dan kuantitasnya) hanya
bisa dilakukan oleh orang-orang tertentu yang telah dipilih dan diberi-Nya
keistimewaan, seperti para Nabi, auliya’ dan ulama. Dan sudah seharusnya orang yang ibadahnya
bagus akhlaknyapun bagus pula (shaleh ritual dan sosialnya). Akan tetapi ada
pula orang-orang yang terlihat banyak dan bagus amal ibadahnya kepada Allah, namun
yang dilakukannya itu tidak berbuah akhlak yang baik terhadap orang lain, maka
banyaknya ibadah itu tidak ada gunanya. Allah SWT telah mengingatkan dengan
firman-Nya:
أَرَأَيْتَ
الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ (1) فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ (2) وَلَا يَحُضُّ
عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ (3) فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (4) الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ
سَاهُونَ (5) الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ (6) وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ (7)
1. Tahukah kamu
(orang) yang mendustakan agama? 2.
Itulah orang yang menghardik anak yatim, 3. dan tidak menganjurkan memberi makan
orang miskin. 4. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, 5. (yaitu)
orang-orang yang lalai dari shalatnya, 6. orang-orang yang berbuat riya, 7. dan
enggan (menolong dengan) barang berguna. (QS. 107:1-7)
Orang-orang yang demikian di akhirat akan menjadi
orang yang bangkrut/merugi. Rasulullah SAW telah mengingatkan hal itu dalam
sabdanya:
عن أبي هُريرةَ - رضي الله عنه - : أنَّ رسولَ الله - صلى الله
عليه وسلم - ، قَالَ : (( أتدرونَ مَنِ المُفْلِسُ ؟ )) قالوا : المفْلسُ فِينَا مَنْ
لا دِرهَمَ لَهُ ولا مَتَاع ، فَقَالَ : (( إنَّ المُفْلسَ مِنْ أُمَّتي مَنْ يأتي
يَومَ القيامَةِ بصلاةٍ وصيامٍ وزَكاةٍ ، ويأتي وقَدْ شَتَمَ هَذَا ، وقَذَفَ هَذَا
، وَأَكَلَ مالَ هَذَا ، وسَفَكَ دَمَ هَذَا ، وَضَرَبَ هَذَا ، فيُعْطَى هَذَا مِنْ
حَسَنَاتِهِ ، وهَذَا مِنْ حَسناتهِ ، فإنْ فَنِيَتْ حَسَناتُه قَبْل أنْ يُقضى مَا
عَلَيهِ ، أُخِذَ منْ خَطَاياهُم فَطُرِحَتْ عَلَيهِ ، ثُمَّ طُرِحَ في النَّارِ
)) رواه مُسلم .
Dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW
bersabda,” Apakah kalian tahu siapakah orang yang merugi itu?” Para sahabat
menjawab,”Orang yang merugi di antara
kami adalah mereka yang tiada berharta dan tidak pula mendapat kenikmatan
hidup”. Kata Rasul SAW,”Orang yang merugi dari umatku adalah orang yang pada
hari kiamat membawa amal shalat, puasa dan zakat, namun ia juga telah mencaci
maki, menuduh zina(memfitnah), memakan hak orang lain, membunuh dan menyakiti
orang lain. Maka pahala kebaikannya diambil diberikan kepada orang yang
dianiayanya. Jika kebaikannya telah habis dan belum mencukupi untuk menutupi
kejahatannya, maka keburukan orang yang dianiayanya dilemparkan kepadanya, dan
ia dilemparkan ke dalam neraka. (HR. Muslim)
Sebaliknya, orang yang kelihatannya hanya
mengerjakan amalan yang biasa-biasa saja, terkadang menjadi orang istimewa
karena amal ibadahnya yang biasa itu telah membuahkan kesadaran akhlak yang
baik terhadap sesamanya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Aisyah RA yang mendengar Rasulullah SAW bersabda:
وعن عائشة رضي الله عنها ، قالت : سَمِعْتُ رسولَ الله - صلى الله عليه
وسلم - ، يقول : ( إنَّ المُؤْمِنَ لَيُدْرِكُ بحُسْنِ خُلُقِه دَرَجَةَ
الصَّائِمِ القَائِمِ ) رواه أَبُو داود . قال الألباني: صحيح
”Sesungguhnya orang mukmin itu benar-benar
dapat mengejar derajat ahli ibadah dengan kebagusan akhlaknya”. (HR. Abu Dawud.
Syekh Albany: hadits shahih).
Wallahu a’lam.
Ass. Membaca artikel di atas saya ingin bertanya: 1. Meneladani rasul jelas,bagaimana meneladani orang yang dizalimi? 2. Apakah orang yang akhlaqnya baik sekalipun ibadahnya tidak baik itu lebih baik daripada yang sebaliknya? Trims.
BalasHapusYa, banyak orang yang rajin shalat dan mengaji padahal ia rentenir, koruptor, dll. Sementara itu ada pula yang tidak sholat/ibadah/bahkan non muslim tapi akhlaknya baik. Gimana tuh?
BalasHapus@Anonim: 1.Rasul mengingatkan kita supaya tidak berlaku zhalim terhadap orang lain (walaupun ia kafir); 2.(@Edy Sasuke juga)Mestinya jika seorang beribadah dengan baik (ikhlas) dan benar (caranya menurut tuntunan rasul)akan berbuah budi (akhlaq) yang baik, jika tidak pasti ada yang salah dalam ibadahnya.Jika orang yang akhlaqnya baik tapi tidak ibadah, maka kebaikannya hanya baik di mata manusia dan tidak ada nilainya di depan Allah.
BalasHapus